Jemparingan, Panahan dari Mataram

  • 2 mins read

Jemparingan, Panahan dari Mataram

Jemparingan diambil dari kata jemparing yang artinya anak panah. Jemparingan merupakan panahan khas Mataram asli yang telah ada sejak Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sejak pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono pertama. Dahulu tujuan pembelajaran panahan adalah pembentukan watak ksatria yaitu: sawiji yang artinya konsentrasi, greget yang artinya semangat, sengguh yang artinya percaya diri, dan ora mingkuh yang artinya bertanggung jawab.

Yang membedakan Jemparingan ini dengan panahan lainnya adalah dari posisi bermainnya. Jemparingan dilakukan dalam posisi duduk bersila dan meletakkan kaki kanan di depan dan kaki kiri diletakkan dibagian belakang. Posisi badan pemanah menyamping ke kanan dari arah sasaran dan pandangan lurus ke target sasaran.

Untuk cara bermainnya sendiri, Jemparingan memiliki tujuan yang sama dengan panahan biasa, yaitu memanah ke arah target dengan tujuan mengumpulkan point sebanyak-banyaknya. Namun, target dalam Jemparingan berbeda bentuknya dengan panahan biasa.

Dalam Jemparingan, target disebut wong-wongan atau bandulan yang berbentuk silinder tegak dengan panjang 30 cm dan diameter 3 cm. Sekitar 5 cm bagian atas silinder diberi warna merah, dinamakan molo atau sirah (kepala). Bagian bawah diberi warnah putih, dinamakan awak (badan). Lalu pertemuan antara molo dan awak diberi warna kuning setebal 1 cm dinamakan jangga (leher). Di bawah bandulan terdapat sebuah bola kecil. Dan di bagian atasnya digantung lonceng kecil yang akan berdenting setiap kali jemparing mengenai bandulan. Untuk busur disebut dengan gendewo.

Setiap kali anak panah mengenai bandul bagian atas, akan dibunyikan bendhi mataram sebanyak sekali, dan akan mendapatkan poin tambahan. Sedangkan ketika anak panah mengenai bola kecil di bagian bawah, akan mendapatkan pengurangan poin sebanyak 1 dan kenong aman dimainkan secara bergantian.

Jemparingan masih dibudayakan hingga kini, salah satunya adalah Jemparingan Sasana Royal Brongto yang dipegang oleh Pak Kris. Pak Kris adalah salah satu masyarakat yang masih melestarikan Jemparingan.

Jemparingan yang diajarkan oleh Pak Kris sendiri masih menggunakan metode lama atau metode Mataram, Jemparingan ini biasa disebut juga sebagai Jemparingan gaya keraton. Jemparingan metode Mataram dilakukan dengan memegang panah mengarah secara horizontal. Dan mengarahkan badan miring 45° dari sasaran.

Jemparingan di Sasana Royal Brongto mengadakan latihan rutin setiap hari Kamis untuk umum dan tak jarang terdapat abdi keraton yang akan ikut bermain. Untuk latihan pada hari Sabtu, akan lebih difokuskan untuk anak-anak. Kegiatan Jemparingan ini dapat dilakukan oleh masyarakat segala usia. Hal ini bertujuan agar Jemparingan tetap lestari dan tetap terus berkembang sekarang dan masa yang akan datang.

Farida Salma Yasmin

Share
Tweet
Pin

Discover More