Di balik senyumnya yang teduh, tersimpan kisah seorang nenek bernama Mbah Poniyem atau
yang akrab disapa Mbah Pepe. Hidup seorang diri tanpa suami, tanpa anak, tuna rungu, tuna
wicara yang sudah ia jalani sejak muda. Hari-harinya dihiasi kesendirian di rumahnya. Namun,
semangatnya tak pernah padam. Tangan-tangan keriputnya masih mengurus dan menanam
beberapa tanaman di sepetak lahan milik padukuhan setempat. Hasilnya kemudian akan dia
jual untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Meskipun tak banyak yang bisa ia hasilkan, kebahagiaan terpancar di wajahnya yang berkerut.
Setiap rupiah dan bantuan yang didapatnya seperti sangat bermakna, membantunya untuk
memenuhi kebutuhannya yang sederhana. Mbah Pepe, dikelilingi oleh keluarga yang penuh
kasih. Mereka yang peduli, membantunya dalam suka dan duka. Di usianya yang ke-85 tahun,
Mbah pepe masih tegar dan semangat. Kekurangannya dalam berbicara tak pernah menjadi
penghalang untuknya terus menjalani hidup. Mbah Pepe mengajarkan diriku tentang keteguhan
hati dan semangat hidup. Bahwa di balik keterbatasan, tersimpan kekuatan yang luar biasa.
Hidup tak selalu mudah, tetapi selalu ada harapan dan kebahagiaan yang bisa ditemukan.
Kebahagiaan tidak selalu datang dari hal-hal yang besar dan mewah. Kebahagiaan juga bisa
ditemukan dalam kesederhanaan. Bagi Mbah Pepe tempat ternyaman bukan hanya tempat
fisik, tetapi juga sebuah filosofi hidup. Ia menemukan kekuatan, tekad, dan semangat hidup
dalam dirinya kegiatan sehari-harinya untuk merasa bahagia dan bersyukur atas apa yang dia
miliki hingga saat ini.







Anindita Sherly Khaila