Locus iste a Deo fanctus est

Tepat berada di pusat Kota Yogyakarta, terdapat bangunan megah dengan arsitektur khas era kolonial. Bangunan tersebut adalah Susteran Kongregasi Amalkasih Darah Mulia (ADM) yang menjadi tempat untuk menjalani panggilan hidup sebagai biarawati, sekaligus menjadi salah satu cagar budaya di Yogyakarta. Bangunan ini terletak di Jl. Abu Bakar Ali No.12, Kotabaru, Gondokusuman. Kongregasi ADM dibentuk oleh Suster Seraphine pada tahun 18 Juni 1862. Susteran ADM yang berada di Kota Baru disahkan pada tanggal 2 Juni 1967. Kongregasi ini didirikan untuk melayani dan membantu orang-orang yang membutuhkan sebagai bentuk karya sosial. Nama yang mencerminkan semangat dan tujuan mereka ‘Amalkasih’ untuk mengekspresikan aksi kasih yang nyata dan spiritualitas dari Darah Mulia.

Susteran Amalkasih Darah Mulia merupakan tempat tinggal bagi para suster untuk menjalankan panggilan hidup mereka kepada Tuhan. Seorang biarawati terikat kepada tiga kaul atau janji, yaitu kaul kemurnian, ketaatan, dan kemiskinan. Lewat kaul kemurnian mereka dituntut untuk menjalani hidup tanpa menjalin ikatan pernikahan dan mengabdikan ketaatannya kepada Tuhan. Kaul kemiskinan menunjukkan bagaimana kesederhanaan seorang suster dalam keseharian mereka. Para suster menjalankan aktivitas mereka dalam satu waktu, seperti doa bersama, makan bersama, dan minum anggur sebagai manifestasi darah Yesus. Foto ini diambil pada bulan Mei, yaitu bulan rosario dalam agama katolik, dimana para suster akan berdoa rosario bersama-sama setiap hari setelah makan malam. Para suster juga menempuh panggilan pendidikan di beberapa universitas untuk mengabdikan diri mereka pada masyarakat.

Panggilan hidup suster Amalkasih Darah Mulia berakar pada ajaran agama Katolik yang mendorong pengabdian tanpa pamrih kepada Tuhan Yesus Kristus, melalui pelayanan kepada sesama manusia. Mereka mengasihi dan melayani orang lain dengan semangat cinta kasih, terutama bagi yang rentan dan terpinggirkan dalam masyarakat. Para suster ADM telah memilih panggilan hidup dan menjadikan susteran sebagai tempat untuk berpulang. “Rumah kami” adalah kata yang selalu diucapkan oleh para suster dalam menggambarkan bangunan tempat pulang, sebagai wadah panggilan hidup mereka.

Marcelina Amanda

Share
Tweet
Pin

Discover More