Dalam setiap fase kehidupan, ada kalanya mengharuskan kita untuk bertemu orang-orang baru dan lingkungan baru. Dalam setiap proses yang kita jalani untuk menjadi pribadi yang lebih baik, seringkali kita dihadapkan pada hal-hal yang terus menguji kesabaran dan emosional kita, baik datang dari seseorang maupun lingkungan sekitar. Namun, tidak semua orang dan lingkungan sekitar yang kita temui bernasib baik untuk diri kita.
Hal yang sama dirasakan oleh seorang perempuan, hari demi hari ia jalani dengan sangat berat, nafasnya tersengal, detak jantungnya berpacu tak beraturan tatkala menghadapi lingkungan toxic tersebut, setiap hari ia harus menghadapi badai emosi yang sama. Lingkungan yang seharusnya menjadi tempat untuk bersandar justru menjadi jurang yang dalam. Ia tahu, ia harus pergi. Namun, rasa takut akan ketidakpastian dan ikatan yang sudah terjalin membuatnya terpaku di tempat. Perlahan, ia menggenggam gagang pintu. Dengan nafas yang dalam, ia menariknya. Langkah demi langkah, ia menjauhi masa lalu yang kelam tersebut.
Dengan berbekal keberanian, akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan masa-masa yang kelam. Prosesnya tidaklah mudah, ia harus menghadapi rasa bersalah, penyesalan, dan ketakutan akan masa depan. Namun, ia tidak menyerah. Setiap hari ia berusaha membangun kembali keberanian dan kepercayaan dalam dirinya. Ia memilih untuk tetap bersikap baik, namun “menutup” mata, telinga, dan berbicara dengan seperlunya ketika berhadapan dengan lingkungan tersebut.
Setelah sekian lama, akhirnya ia merasa lega, memilih keluar dari lingkungan itu justru membantunya tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan mandiri. Ia belajar untuk menghargai dirinya sendiri, menetapkan batasan, dan mengejar mimpinya. Ia menyadari bahwa kesulitan yang ia hadapi telah membuatnya menjadi pribadi yang lebih tangguh. Perlahan tapi pasti, luka-lukanya mulai sembuh. Ia mulai menemukan kembali dirinya yang sebenarnya.


Novita Kholifatuzzakiyah