Dalam seni bela diri yang kaya warisan sejarah dan filsafat, karate menyatukan harmoni
kecakapan teknis dan pembentukan karakter. Orang dewasa memberi teladan kesabaran dan
dukungan, sementara anak-anak belajar menghormati perbedaan. Salah satu atlet muda yang
bersemangat menekuni karate adalah Naufal Shidqi Al Fakhri, anak berusia 10 tahun yang berasal
dari Perguruan Karate Shokokaido Yogyakarta.
Sering disapa Al, bocah kecil penuh semangat ini bergema dalam setiap langkah mengejar
kemenangan. Meski terfokus pada karate, pendidikan tetap menjadi bintang penuntunnya. Orang
tuanya mengarahkan Al ke dunia seni bela diri agar ia mengarungi samudra baru, menjauhi ombak
digital yang ditakutkan membawa Al ke dalam keburukan . Sebelum menyelami bela diri, Al adalah
model cilik yang belum mengenal kerasnya latihan fisik. Selama tiga tahun berjuang, ia menyerap
pengetahuan dari pelatih yang menjadi cahaya dalam kegelapan, menerangi setiap langkahnya
dengan nasehat bijak.
Al mengukir kisah sukses di atas tatami dengan gerakan mengalir dan serangan secepat kilat.
Banyak pengorbanan ia lakukan, terutama waktu bermain seperti anak seusianya. Setiap melihat
medali yang tersusun rapi di tempat latihannya menyulut semangatnya, meresapi setiap proses
dengan keyakinan bahwa semua akan terbayar membuatnya menemukan salah satu titik
kebahagiaan dikala ia berlatih karate. Karate membuatnya tampil berani, gagah, dan tenang,
meski banyak rintangan serta luka yang dia dapat. Dukungan dari sahabat di padepokan dan
keluarga menjadi pendorong utama. Usianya yang muda tidak menghalangi pencapaian medali
dan ambisinya bergabung dalam Kopassus, TNI AD. Meskipun perjalanannya panjang, Al telah
menginspirasi banyak orang.







Siam Nida Alifi